New Videos from Youtube

Undang-undang No.24 Tahun 2007 Tentang : Penanggulangan Bencana

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2007
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Negara Ke
satuan Republik Indonesia bertanggung
jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan terhadap kehidu
pan dan penghidupan
termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan
Pancasila, sebagaimana diaman
atkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa wilayah Negara Ke
satuan Republik Indonesia memiliki
kondisi geografis, geologis, hi
drologis, dan demografis yang
memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan
oleh faktor alam, faktor
nonalam maupun faktor manusia
yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis yang dalam keadaan
tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional;
c. bahwa ketentuan peratu
ran perundang-unda
ngan mengenai
penanggulangan bencana yang
ada belum dapat dijadikan
landasan hukum yang kuat dan
menyeluruh serta tidak
sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan
kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya
penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi,
dan terpadu;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pe
nanggulangan Bencana;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal
21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan............
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
-salinan-
Pasal 78
Setiap orang yang dengan sengaja me
nyalahgunakan
pengelolaan sumber daya bantuan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65, dipidana de
ngan pidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling
singkat 4 (empat) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp6.000.000.
000,00 (enam miliar
rupiah) atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Pasal 79
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaima
na dimaksud dalam
Pasal 75 sampai dengan Pasal 78 dilakukan oleh korporasi,
selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (
tiga) kali dari pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 sampai
dengan Pasal 78.
(2) Selain pidana denda sebagai
mana dimaksud pada ayat (1),
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. pencabutan status badan hukum.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
Pada saat berlakunya undang-un
dang ini semua peraturan
perundang-undangan yang berka
itan dengan penanggulangan
bencana dinyatakan tetap berlaku sep
anjang tidak bertentangan
atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru
berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 81...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
-salinan-
Pasal 81
Semua program kegiatan berkaita
n dengan penanggulangan
bencana yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya undang-
undang ini dinyatakan tetap berl
aku sampai dengan masa
berlakunya berakhir, kecuali d
itentukan lain dalam Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 82
(1) Sebelum Badan Nasional Penanggul
angan Bencana
dibentuk, Badan Koordinasi N
asional Penanganan Bencana
tetap dapat melaksanakan tugasnya.
(2) Setelah Badan Nasional Pe
nanggulangan Bencana dibentuk,
Badan Koordinasi Nasional Pena
nganan Bencana
dinyatakan dibubarkan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83
Pada saat berlakunya undang-undang ini, paling lambat 6
(enam) bulan, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana sudah
terbentuk dan Badan Penanggulangan Be
ncana Daerah paling
lambat 1 (satu) tahun sudah terbentuk.
Pasal 84
Peraturan pemerintah sebagai pela
ksanaan undang-undang ini
harus sudah diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak
diundangkannya undang-undang ini.
Pasal 85
Undang-Undang ini mulai berla
ku pada tanggal diundangkan.
Agar...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
-salinan-
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 26 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 26 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 66
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2007
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
I. UMUM
Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan ba
hwa Pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ke
tertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
Sebagai implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan
nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera
yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi
setiap warga negaranya dalam kera
ngka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan
terletak digaris katulistiwa pada posi
si silang antara dua benua dan dua
samudra dengan kondisi alam yang me
miliki berbagai keunggulan, namun
dipihak lain posisinya berada dala
m wilayah yang memiliki kondisi
geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap
terjadinya bencana dengan frekwensi yang cukup tinggi, sehingga
memerlukan penanganan yang sistemat
is, terpadu, dan terkoordinasi.
Potensi penyebab bencana diwilaya
h negara kesatuan Indonesia dapat
dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis be
ncana, yaitu bencana alam, bencana
non alam, dan bencana sosial.
Bencana alam antara lain berupa ge
mpa bumi karena alam, letusan
gunung berapi, angin topan, tanah long
sor, kekeringan, kebakaran hutan/
lahan karena faktor alam, hama peny
akit tanaman, epidemi, wabah,
kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa/benda-benda angkasa.
Bencana nonalam antara lain kebaka
ran hutan/lahan yang disebabkan
oleh manusia, kecelakan transpor
tasi, kegagalan konstruksi/teknologi,
dampak industri, ledakan nuklir, pe
ncemaran lingkungan dan kegiatan
keantariksaan.
Bencana...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
-salinan-
Bencana sosial antara lain berupa ke
rusuhan sosial dan konflik sosial
dalam masyarakat yang sering terjadi.
Penanggulangan Bencana merupakan sal
ah satu bagian dari pembangunan
nasional yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum,
pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Selama ini masih
dirasakan adanya kelemahan baik
dalam pelaksanaan penanggulangan
bencana maupun yang terkait dengan la
ndasan hukumnya, karena belum
ada undang-undang yang secara khusus menangani bencana.
Mencermati hal-hal tersebut
diatas dan dalam rangka memberikan
landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan penanggulangan
bencana, disusunlah Undang-Undang
tentang Penanggulangan Bencana
yang pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi pra bencana,
saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Materi muatan Undang-undang ini be
risikan ketentuan-ketentuan pokok
sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan penanggulangan
bencana merupakan tanggung jawab
dan wewenang Pemerintah dan pemeri
ntah daerah, yang dilaksanakan
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
2.
Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam tahap tanggap
darurat dilaksanakan sepenuhnya oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah. Badan penanggulangan bencan
a tersebut terdiri dari unsur
pengarah dan unsur pelaksana.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai
tugas dan fungsi antara lain pengkoordinasian penyelenggaraan
penanggulangan bencana secara tere
ncana dan terpadu sesuai dengan
kewenangannya.
3.
Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dilaksanakan dengan
memperhatikan hak masyarakat yang antara lain mendapatkan
bantuan pemenuhan kebutuhan dasar
, mendapatkan perlindungan
sosial, mendapatkan pendidikan dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan.
4.
Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan
kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga
internasional.
5.
Penyelenggaraan penanggulangan ben
cana dilakukan pada tahap pra
bencana, saat tanggap darurat, da
n pasca bencana, karena masing-
masing tahapan mempunyai karakter
istik penanganan yang berbeda.
6. Pada...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
-salinan-
6.
Pada saat tanggap darurat, kegiatan penanggulangan bencana selain
didukung dana Anggaran Pendapa
tan dan Belanja Negara dan
Anggaran Pendapatan dan Be
lanja Daerah, juga disediakan dana siap
pakai dengan pertanggungjawaban
melalui mekanisme khusus.
7.
Pengawasan terhadap seluruh ke
giatan penanggulangan bencana
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada
setiap tahapan bencana, agar tid
ak terjadi penyimpangan dalam
penggunaan dana penanggulangan bencana.
8.
Untuk menjamin ditaatinya undang-undang ini dan sekaligus
memberikan efek jera terhadap pa
ra pihak, baik karena kelalaian
maupun karena kesengajaan sehingga
menyebabkan terjadinya
bencana yang menimbulkan kerugian,
baik terhadap harta benda
maupun matinya orang, menghambat kemudahan akses dalam
kegiatan penanggulangan bencana,
dan penyalahgunaan pengelolaan
sumber daya bantuan bencana dike
nakan sanksi pidana, baik pidana
penjara maupun pidana denda, de
ngan menerapkan pidana minimum
dan maksimum.
Dengan materi muatan sebagaimana
disebutkan diatas, Undang-Undang ini
diharapkan dapat dijadikan la
ndasan hukum yang kuat dalam
penyelenggaraan penanggulangan be
ncana sehingga penyelenggaraan
penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terencana,
terkoordinasi, dan terpadu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” termanifestasi
dalam penanggulangan bencana sehingga undang-undang
ini memberikan perlindungan
dan penghormatan hak-hak
asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan
penduduk Indonesia secara proporsional.
Huruf b...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
-salinan-
Huruf b
Yang dimaksud dengan”asas keadilan” adalah bahwa setiap
materi muatan ketentuan
dalam penanggulangan bencana
harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara tanpa kecuali.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan” adalah bahwa materi muatan
ketentuan dalam pena
nggulangan bencana tidak boleh berisi
hal-hal yang membedakan latar
belakang, antara lain, agama,
suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa
materi muatan ketentuan
dalam penanggulangan bencana
mencerminkan keseimbangan kehidupan sosial dan
lingkungan.
Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa
materi muatan ketentuan
dalam penanggulangan bencana
mencerminkan keselarasan tata
kehidupan dan lingkungan.
Yang dimaksud dengan ”asas keserasian” adalah bahwa
materi muatan ketentuan
dalam penanggulangan bencana
mencerminkan keserasian lingkun
gan dan kehidupan sosial
masyarakat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas
ketertiban dan kepastian
hukum” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya
kepastian hukum.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa
penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan
tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat yang
dilakukan secara gotong royong.
Huruf g...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
-salinan-
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas
kelestarian lingkungan hidup”
adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian
lingkungan untuk generasi sekar
ang dan untuk generasi
yang akan datang demi kepe
ntingan bangsa dan negara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas ilmu pengetahuan dan
teknologi” adalah bahwa da
lam penanggulangan bencana
harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
penanggulangan bencana, baik pa
da tahap pencegahan, pada
saat terjadi bencana, maupun pada tahap pascabencana.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah
bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa
apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus
mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa
penanggulangan bencana didasar
kan pada koordinasi yang
baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan “prinsip
keterpaduan” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor
secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik
dan saling mendukung.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa
dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan
tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
Yang...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
-salinan-
Yang dimaksud dengan “prinsip
berhasil guna” adalah bahwa
kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan
tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “prinsip
transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakuka
n secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabka
n secara etik dan hukum.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah
bahwa negara dalam pena
nggulangan bencana tidak
memberikan perlakuan yang berb
eda terhadap jenis kelamin,
suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”nonprole
tisi” adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana, terutama me
lalui pemberian bantuan dan
pelayanan darurat bencana.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi
bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Pasal 6
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
-salinan-
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Yang dimaksud dengan dana ‘sia
p pakai‘ yaitu dana yang
dicadangkan oleh pemerintah
untuk dapat dipergunakan
sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
“Pengendalian” dalam pasal ini dimaksudkan sebagai
pengawasan terhadap penyelenggaraan pengumpulan uang
atau barang berskala nasional yang diselenggarakan oleh
masyarakat, termasuk pemberian ijin yang menjadi
kewenangan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang sosial.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
-salinan-
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
“Pengendalian” dalam Pasal ini
dimaksudkan sebagai pengawasan
terhadap penyelenggaraan pengumpulan uang atau barang
berskala provinsi, kabupaten/kota yang diselenggarakan oleh
masyarakat, termasuk pemberian
ijin yang menjadi kewenangan
gubernur/bupati/walikota sesu
ai dengan kewenangannya.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
-salinan-
Ayat (2)
Unsur Pengarah terdiri dari unsur pemerintah dan unsur
masyarakat profesional dalam jumlah yang seimbang dan
proporsional.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan fungsi koordinasi adalah melakukan
koordinasi pada tahap prabencana dan pascabencana, sedangkan
yang dimaksud dengan fungsi komando dan pelaksana adalah
fungsi yang dilaksanakan pa
da saat tanggap darurat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Keanggotaan unsur pengarah mengacu pada keanggotaan
unsur pengarah pada Bada
n Nasional Penanggulangan
Bencana.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
-salinan-
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g,
Pengendalian dalam ketentuan in
i termasuk pemberian izin
pengumpulan uang dan barang yang
dilakukan oleh gubernur dan
bupati/walikota sesuai deng
an lingkup kewenangannya.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
-salinan-
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a,
Yang dimaksud dengan masyarakat rentan bencana adalah
anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan karena
keadaan yang di sandangnya di
antaranya masyarakat lanjut
usia, penyandang cacat, anak-anak, serta ibu hamil dan
menyusui.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
-salinan-
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan ”analisis risiko bencana” adalah kegiatan
penelitian dan studi tentang kegiatan yang memungkinkan
terjadinya bencana.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
-salinan-
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kegiatan pembangunan yang mempunyai
risiko tinggi menimbulkan bencana adalah kegiatan pembangunan
yang memungkinkan terjadinya bencana, antara lain pengeboran
minyak bumi, pembuatan senja
ta nuklir, pembuangan limbah,
eksplorasi tambang, dan pembabatan hutan.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
-salinan-
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Yang dimaksud dengan “kegiatan keantariksaan” adalah kegiatan yang
berkaitan dengan ruang angkasa yang
menimbulkan bencana, antara
lain, peluncuran satelit dan eksplorasi ruang angkasa.
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
-salinan-
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81...
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
-salinan-
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R
EPUBLIK INDONESIA NOMOR 4723
Diberdayakan oleh Blogger.
 
Copyright © 2011. Undang-Undang(UU) - All Rights Reserved
Template Created by BPBD TAPTENG
Proudly powered by Blogger