Undang-Undang No.27 Tahun 2007 Tentang : Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Pasal 5
Dua faktor yang mempengaruhi keberlanjutan sumber daya di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ialah:
a. interaksi . . .
a.
interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya dan
jasa-jasa lingkungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, seperti pembangunan di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, perikanan
destruktif, reklamasi pantai,
pemanfaatan mangrove dan pariwisata bahari;dan
b.
proses-proses alamiah seperti
abrasi, sedimentasi, ombak,
gelombang laut, arus, angin, salinitas, pasang surut, gempa
tektonik, dan tsunami.
Pasal 6
Integrasi antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip
manajemen merupakan pengelolaan terpadu yang didasarkan
pada input data dan informasi ilmiah yang valid untuk
memberikan berbagai alternatif dan rekomendasi bagi
pengambil putusan dengan mempertimbangkan kondisi dan
karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya, kelembagaan, dan
biogeofisik lingkungan setempat.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pelibatan masyarakat berdasarkan norma, standar, dan
pedoman dilakukan melalui konsultansi publik dan/atau
musyawarah adat, baik
formal maupun nonformal.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota disusun
berdasarkan isu Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil yang aktual, seperti halnya degradasi sumber
daya, masyarakat tertinggal, konflik pemanfaatan dan
kewenangan, bencana alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil, dan jaminan kepastian hukum guna
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Kepentingan pusat dan daerah merupakan keterpaduan
dalam bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil seperti pertahanan negara, wilayah perbatasan
negara, kawasan konservasi, alur pelayaran internasional,
Kawasan migrasi ikan dan kawasan perjanjian
internasional di bidang kelautan dan perikanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
RZWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota merupakan
bagian dari Tata Ruang Wilayah Provinsi atau
Kabupaten/Kota sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) dan ayat
(5) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K Provinsi dan
Kabupaten/Kota sesuai dengan jangka waktu Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota yaitu 20 (dua puluh) tahun,
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3), dan Pasal 26
ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.
Ayat (5)
RZWP-3-K Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Provinsi sejalan dengan Pasa
l 23 ayat (3), dan RZWP-3-K
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota sejalan dengan Pasal 26 ayat (7) Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Pasal 10 . . .
Pasal 10
RZWP-3-K Provinsi mencakup wilayah perencanaan daratan
dari kecamatan pesisir sampai wi
layah perairan paling jauh 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas
dan/atau ke arah perairan kepulauan dalam satu hamparan
ruang yang saling terkait antara
ekosistem daratan dan perairan
lautnya. Skala peta Rencana Zona
si disesuaikan dengan tingkat
ketelitian peta rencana tata
ruang wilayah provinsi, sesuai
dengan Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang.
Huruf a
Kawasan pemanfaatan umum yang setara dengan kawasan
budidaya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, merupakan kawasan yang
dipergunakan untuk kepentinga
n ekonomi, sosial budaya,
seperti kegiatan perikanan, prasarana perhubungan laut,
industri maritim, pariwisata, pemukiman, dan
pertambangan.
Kawasan Konservasi dengan fungsi utama melindungi
kelestarian sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara
lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan
migrasi biota laut.
Kawasan Strategis Nasional
Tertentu memperhatikan
kriteria; batas-batas maritim
kedaulatan negara; kawasan
yang secara geopolitik, pertahanan dan keamanan negara;
situs warisan dunia; pulau-
pulau kecil terluar yang
menjadi titik pangkal dan/atau habitat biota endemik dan
langka.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemanfaatan ruang laut antara lain untuk kegiatan
pelabuhan, penangkapan ikan, budidaya, pariwisata,
industri, dan permukiman.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 11 . . .
Pasal 11
Ayat (1)
RZWP-3-K kabupaten/kota mencakup wilayah
perencanaan daratan dari kecamatan pesisir sampai 1/3
(sepertiga) wilayah perair
an kewenangan provinsi.
Pemerincian perencanaan pada tiap-tiap zona, dan tingkat
ketelitian skala peta perencanaan disesuaikan dengan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana
diatur dalam Pasal 14 ayat (5), ayat (6), dan ayat (7)
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Penggunaan sumber daya yang diizinkan merupakan
penggunaan sumber daya yang tidak merusak
ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Penggunaan sumber daya yang dilarang adalah
penggunaan sumber daya yang berpotensi merusak
Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Huruf b
Karakteristik Wilayah Pesisi
r merupakan daerah yang
memiliki produktivitas hayati dan intensitas
pembangunan yang tinggi serta memiliki perubahan
sifat ekologi yang dinamis.
Pulau-Pulau Kecil merupakan pengertian yang
terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik secara
fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi
dengan karakteristik sebagai berikut :
a.
terpisah dari pulau besar;
b.
sangat rentan terhadap perubahan yang
disebabkan alam dan/atau disebabkan manusia;
c.
memiliki keterbatasan daya dukung pulau;
d.
apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai
kondisi sosial dan budaya yang khas;
e.
ketergantungan ekonomi lokal pada
perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau
induk maupun kontinen.
Huruf c . . .
Huruf c
Hasil-hasil konsultasi publik sesuai dengan
kesepakatan yang transparan, demokratis, dan
tercatat dalam dokumen konsultasi publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Masukan, tanggapan, saran, dan perbaikan dari berbagai
pemangku kepentingan utama, instansi Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota di
wilayahnya disampaikan secara efektif melalui jalur
komunikasi yang tersedia.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pemerintah provinsi wajib melakukan perbaikan serta
memublikasikan dokumen final perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berdasarkan
masukan, tanggapan, dan saran perbaikan yang diterima
dari pihak penanggap.
Ayat (6) . . .
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Dalam hal dokumen final perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pu
lau kecil tidak mendapat
tanggapan dan/atau saran sampai batas waktu yang
ditentukan oleh Undang-Undang ini maka dokumen
tersebut dianggap final.
Pasal 15
Ayat (1)
Data dan informasi yang dimaksud bersifat akurat, dapat
dipertanggungjawabkan, terkini, dan sesuai kebutuhan
mengenai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Ayat (2)
Publikasi resmi dimaksud antara lain melalui berita negara
pada tingkat nasional, berita daerah pada tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20 . . .
Pasal 20
Ayat (1)
Jaminan utang merupakan utang yang dijamin
pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang
yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan
jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan
eksekusi hak tanggungan diajukan dapat ditentukan
berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain
yang menimbulkan hubungan utang piutang yang
bersangkutan.
Hak tanggungan yang melekat pada HP-3 merupakan hak
jaminan yang dibebankan pada HP-3, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan HP-3, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan pada kreditor
tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang
berasal dari satu hubungan hukum atau satu utang atau
lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud ditelantarkan merupakan tindakan
yang dilakukan oleh pemegang HP-3 dengan tidak
berbuat sesuatu terhadap pe
rairan pesisir selama tiga
tahun berturut-turut.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pendaftaran HP-3 merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah
secara terus-menerus,
berkesinambungan, dan teratur yang meliputi
pengukuran, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk
peta dan daftar mengenai bidang-bidang perairan,
termasuk pemberia
n sertifikat HP-3.
Pasal 21 . . .
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Suaka perikanan merupakan kawasan perairan tertentu baik air
payau maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai
tempat berlindung atau berkem
bang biak jenis sumber daya
ikan tertentu, yang berfungsi
sebagai daerah perlindungan.
Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan baik alami
maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Kawasan pelabuhan meliputi daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan.
Pantai umum merupakan bagian dari kawasan pemanfaatan
umum yang telah dipergunakan masyarakat antara lain untuk
kepentingan kegiatan sosial, buda
ya, rekreasi pariwisata, olah
raga, dan ekonomi.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Kawasan yang dilindungi merupakan kawasan yang harus tetap
dipertahankan keberadaannya dari kerusakan lingkungan, baik
yang diakibatkan oleh tindakan manusia maupun yang
diakibatkan oleh alam untuk
menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Menjaga kelestarian ekosistem pesisir meliputi upaya
untuk melindungi gumuk pasir, estuari, lagoon, teluk,
delta, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.
Huruf b . . .
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Situs budaya tradisional antara lain: tempat
tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-
historis khusus, situs sejarah kemaritiman, dan
tempat ritual keagamaan atau adat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ekosistem pesisir yang unik misalnya gumuk pasir di
pantai selatan Jogyakarta, lagoon Segara Anakan,
ekosistem pesisir kepulaua
n Derawan sebagai habitat
peneluran penyu laut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7) . . .
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 29
Huruf a
Zona inti merupakan bagian
dari Kawasan Konservasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilindungi,
yang ditujukan untuk perlindungan habitat dan populasi
Sumber Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil serta
pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian.
Huruf b
Zona pemanfaatan terbatas merupakan bagian dari zona
konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya
pesisir, ekowisata, dan perikanan tradisional.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 30
Lihat Penjelasan Pasal 50 ayat (1).
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Pengayaan sumber daya hayati dilakukan terhadap
jenis-jenis ikan yang telah mengalami penurunan
populasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 33 . . .
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Reklamasi di wilayah pesisir hanya boleh dilakukan
apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih
besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
Pemanfaatan secara langsung merupakan kegiatan
perseorangan atau badan hukum dalam memanfaatkan
sebagian dari wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil untuk
kegiatan pokoknya.
Pemanfaatan secara tidak langsung merupakan kegiatan
perseorangan atau badan hukum dalam memanfaatkan
sebagian dari wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil untuk
menunjang kegiatan pokoknya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan penambangan terumbu karang
adalah pengambilan terumbu karang dengan sengaja
untuk digunakan sebagai bahan bangunan, ornamen
aquarium, kerajinan tangan, bunga karang, industri dan
kepentingan lainnya sehingga tutupan karang hidupnya
kurang dari 50% (lima puluh persen) pada kawasan yang
diambil.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f . . .
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Penebangan mangrove pada kawasan yang telah
dialokasikan dalam perenc
anaan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk budidaya perikanan
diperbolehkan sepanjang memenuhi kaidah-kaidah
konservasi.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat 1
Pengawasan dengan wewenang kepolisian khusus adalah
pengawas yang melakukan kegiatan patroli dan tugas
polisional lainnya, di luar tugas penyidikan.
Pengawas merupakan pegawai negeri sipil di instansi yang
membidangi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Pengawas atau penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) tertentu
melakukan patroli secara akti
f, tetapi tetap menampung
laporan dari masyarakat tent
ang pelanggaran dan kegiatan
perusakan pesisir dan pulau-
pulau kecil melalui sistem
pengawasan berbasis masyarakat.
Ayat 4
Cukup jelas.
Ayat 5
Kegiatan pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk:
a.
mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan dari
rencana strategis, rencana zonasi, rencana
pengelolaan, serta bagaimana implikasi
penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas
ekosistem pesisir;
b. mendorong . . .
b.
mendorong agar pemanfaatan sumber daya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau ke
cil sesuai dengan rencana
pengelolaan wilayah pesisirnya; serta
c.
menegakkan hukum yang dilaksanakan dengan
memberikan sanksi terhadap
pelanggar yang berupa
sanksi administrasi, sanksi perdata, dan/atau
sanksi pidana.
Ayat 6
Masyarakat mempunyai peran penting dalam pengawasan
dan pengendalian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil melalui:
a.
perencanaan pengelolaan dengan berdasarkan adat
budaya dan praktik-praktik yang lazim atau yang
telah ada di dalam masyarakat,
b.
pelaksanaan pengelolaan dengan memunculkan
kreativitas dan kemandirian dalam hal jumlah dan
variasi pengelolaan Wilaya
h Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil sehingga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi
di tempat-tempat yang sebelumnya belum dapat
dimanfaatkan, sehingga wilayah kegiatan pengawasan
dan pengendalian dapat diperluas.
c.
penyelesaian konflik mengenai aturan-aturan baru
yang sengaja dibuat oleh masyarakat karena
kebutuhan sendiri ataupun aturan-aturan yang
difasilitasi oleh pemerintah.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
Ayat (4)
Insentif yang dapat diberikan berupa:
a.
bantuan program meliputi
1.
program yang disesuaika
n dengan kondisi dan
kebutuhan,
2.
pengakuan formal dalam bentuk persetujuan atau
sertifikasi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah atas program yang diajukan oleh pengelola
Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil; serta
3.
konsistensi Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah dalam pelaksanaan program.
b.
bantuan teknis meliputi dukungan sumber daya
manusia baik kualitas maupun kuantitas, dukungan
peralatan, peningkatan pengetahuan, komunikasi,
serta sosialisasi kepada masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Pasal 50 . . .
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Penetapan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT),
dengan mekanisme sebagai berikut:
a.
Menteri mengajukan permohonan pertimbangan ke
Dewan Perwakilan Rakyat,
b.
Dewan Perwakilan Rakyat bersama Menteri
mengadakan Rapat Kerja untuk melakukan
pembahasan permohonan pertimbangan, huruf a
tersebut diatas,
c.
Menteri membentuk Tim Penelitian terpadu yang
bersifat independen yang terdiri dari unsur
Pemerintah, Perguruan Tinggi, otoritas ilmiah (
scientific
authority
), pihak lain yang dianggap terkait,
d.
Hasil penelitian terpadu disampaikan ke Dewan
Perwakilan Rakyat untuk
dijadikan dasar dalam
memberikan pertimbangan kepada Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Huruf a
Kawasan strategis nasional te
rtentu antara lain untuk
kepentingan geopolitik, pertahanan dan keamanan,
Kawasan rawan bencana besar, perubahan status
Zona Inti pada Kawasan Ko
nservasi laut nasional,
Pulau-Pulau Kecil terluar, dan Kawasan habitat biota
endemik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
a. Menteri . . .
Penetapan HP-3 oleh Menteri di Kawasan Strategis
Nasional Tertentu (KSNT), ijin pemanfaatan pulau-pulau
kecil yang menimbulkan dampak besar terhadap
lingkungan, perubahan status Zona inti pada kawasan
konservasi perairan Nasional ditempuh dengan
mekanisme:
a.
Menteri mengajukan permohonan pertimbangan ke
Dewan Perwakilan Rakyat,
b.
Dewan Perwakilan Rakyat meminta Menteri untuk
dilakukan penelitian terpadu oleh Tim Independen,
c.
Penelitian terpadu dilaksanakan untuk menjamin
objektivitas dan kualitas hasil penelitian
diselenggarakan oleh lembaga pemerintah yang
mempunyai kompetensi dan memiliki otoritas ilimiah
(
scientific authority
) bersama-sama dengan pihak lain
yang terkait,
d.
Hasil penelitian terpadu disampaikan ke Dewan
Perwakilan Rakyat, untuk dijadikan dasar dalam
memberikan pertimbangan kepada Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Mitigasi dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi
Masyarakat yang berada di Wilayah Pesisir dan Pulau–
Pulau Kecil rawan bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan
melalui kegiatan struktur/fisik dan/atau
nonstruktur/nonfisik.
Ayat (2) . . .
Ayat (2)
Kegiatan struktur/fisik me
liputi pemban
gunan sistem
peringatan dini, pembangunan sarana prasarana,
dan/atau pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
risiko bencana. Kegiatan no
nstrukur/nonfisik meliputi
penyusunan peraturan perundang-undangan, penyusunan
peta rawan bencana, penyusunan peta risiko bencana,
penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan
(AMDAL), penyusunan tata ruang, penyusunan zonasi,
pendidikan, penyuluhan, da
n penyadaran masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Penyelesaian sengketa diatur sebagai berikut:
1.
Setiap sengketa yang berkaitan dengan Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diupayakan untuk
diselesaikan di luar pengadilan.
2.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan para
pihak dengan cara konsultasi
, penilaian ahli, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, arbitrase atau melalui adat
istiadat/kebiasaan/kearifan lokal.
3.
Penyelesaian sengketa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil melalui pengadilan dimaksudkan untuk
memperoleh putusan mengenai pengembalian suatu hak,
besarnya ganti kerugian, atau
tindakan tertentu yang harus
dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.
Pasal 65 . . .
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu antara lain:
1.
memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah
sehingga limbah sesuai dengan baku mutu
lingkungan hidup yang ditentukan;
2.
memulihkan fungsi lingkungan wilayah pesisir;
3.
menghilangkan atau memusnahkan penyebab
timbulnya pencemaran dan atau perusakan
lingkungan di wilayah pesisir.
Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran nyata
adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan telah
dikeluarkan oleh instansi yang bertanggung jawab di
bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
misalnya biaya bahan, tenaga dan alat-alat untuk
tindakan sementara guna mencegah dampak negatif yang
lebih besar.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ayat (3) . . .
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) melakukan
penyidikan pelanggaran ketentuan di bidang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Ayat (3)
1.
Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
2.
Penyidik memiliki kewenangan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini antara lain melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
meminta keterangan dan atau bahan bukti dari orang
atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78 . . .
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4739
Share this video :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Undang-Undang(UU) - All Rights Reserved
Template Created by BPBD TAPTENG
Proudly powered by Blogger